Sabtu, 05 Desember 2015

KRITIK SASTRA ROMAN SITI NURBAYA



TUGAS KRITIK SASTRA






ROMAN “SITI NURBAYA (KASIH TAK SAMPAI) ”
 KARYA MARAH RUSLI DALAM KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA

OLEH :

KASMA
1451141004




PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN AJARAN 2014/2015


1.      Tugas Analisis Sosiologi Sastra dalam Roman “Siti Nurbaya (Kasih Tak Sampai)” yaitu bagaimana :konteks sosial pengarang, Sastra sebagai cermin masyarakat, dan Fungsi sosial karya sastra.

v  Bagaimana konteks sosial pengarang ?
-          Roman “Siti Nurbaya” yaitu :  ditinjau dari segi konteks social pengarang bahwa dalam roman Siti Nurbaya tersebut diangkat dari pengalaman buruk pengarangnya yaitu Marah Rusli. Marah Rusli kala itu mengalami konflik dengan keluarganya, ia memilih perempuan sunda untuk menjadi istrinya, namun keluarganya menyuruh Rusli untuk kembali ke Padang dan menikah dengan perempuan Minang yang dipilihkan. Marah Rusli bernama lengkap Marah Rusli bin Abu Bakar. Ia dilahirkan di Padang, Sumatera Barat pada tanggal 7 Agustus 1889 dan meninggal di Bandung pada tanggal 17 Januari 1968. Pengarang ini telah menamatkan SD di Padang pada tahun 1904 dan menamatkan Sekolah Raja (Hoofdenscool) di Bukit Tinggi pada tahun 1910. Ayahnya, Sultan Abu Bakar,
adalah seorang bangsawan Pagaruyung dengan gelar sultan pangeran, sedangkan ibunya berdarah jawa, keturunan Sentot Alibasyah, seorang panglima perang diponegoro yang ditugaskan oleh belanda ke Minangkabau untuk menghadapi perang padri, namun kemudian ia membelot dengan membantu perjuangan rakyat Minangkabau melawan kolonialis Belanda. Marah Rusli mengawini gadis Sunda kelahiran Bogor pada tahun 1911. Mereka dikaruniai tiga orang anak, dua orang laki-laki dan seorang perempuan. Perkawinan Marah Rusli dengan gadis Sunda bukanlah perkawinan yang diinginkan oleh orang tua Marah Rusli, keluarganya menyuruh Rusli menikah dengan perempuan Minang yang dipilihkan. Tetapi Marah Rusli kokoh pada sikapnya, dan ia tetap mempertahankan perkawinannya. Oleh sebabnya karena persoalan tersebut, Marah Rusli menuangkan perasaannya dan menulis sebuah Roman “Siti Nurbaya” sebagai hasil dari ekspresi kekecewaannya yang mendalam terhadap keluarganya. Jadi kesimpulannya adalah Roman “Siti Nurbaya” mempunyai relevansi yang sangat erat antara kehidupan sosial sang pengarang (Marah Rusli)  pada masa itu yakni tentang perkawinan paksa.
Marah Rusli meski lebih terkenal sebagai sastrawan, ia sebenarnya adalah seorang Dokter hewan. Berbeda dengan Taufiq Ismail dan Asrul Sani yang memang benar-benar meninggalkan profesinya sebagai Dokter hewan karena memilih menjadi penyair, Marah Rusli tetap menekuni profesinya sebagai Dokter hewan hingga pension pada tahun 1952 dengan jabatan terakhir Dokter Hewan Kepala. Kesukaaan Marah Rusli terhadap kesusasteraan sudah tumbuh sejak ia masih kecil. Ia sangat senang mendengarkan cerita-cerita dari tukang kaba, tukang dongeng di Sumatera Barat yang berkeliling kampung menjual ceritanya, dan membaca buku-buku sastra.

v  Bagaimana Sastra sebagai cermin masyarakat ?
-          Pada roman “Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara pria dan wanita dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai. Pada waktu itu tidak ada yang namanya feminisme, acap kali perempuan selalu dianggap sebagai kaum yang lemah, tidak boleh bersekolah karena nanti bisa menjadi orang yang jahat karena pandai membaca dan menulis, sehingga memberi malu, menghabiskan waktu di rumah hanya untuk belajar mengurus pekerjaan rumah tangga yakni menjahit, memasak, menjaga rumah tangga dan lain lain. Persoalan-persoalan yang seperti itulah yang tercermin pada masyarakat zaman dulu.

v  Bagaimana Fungsi sosial karya sastra ?
-          yaitu pengarang ingin mengajak pembaca untuk memahami isi dari Roman tersebut yaitu pemberontakan sang pengarang. Bahwasanya sang pengarang dalam hal ini Marah Rusli melihat bahwa adat yang melingkupnya tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman. Sesuai dengan perkataan Ahmad Maulana kepada istrinya Alimah dalam roman tersebut “Hal yang ganjil ini pada sangkaku, asalnya dari adat zaman dahulu kala, tatkala perempuan boleh bersuami banyak atau tatkala perkawinan belum teratur benar sebagai sekarang ini. Tetapi adat itu tiada sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini. Perkara perkawinan pun telah teratur dengan baik, artinya tiap-tiap laki-laki tentu istrinya dan perempuan tentu pula suaminya, disaksikan oleh orang banyak, waktu mereka kawin.”
Hal itu melahirkan pemberontakan dalam hati Marah Rusli yang dituangkannya ke dalam karyanya, Siti Nurbaya. Ia ingin melepaskan masyarakatnya dari belenggu adat yang tidak memberi kesempatan bagi yang muda untuk menyatakan pendapat atau keinginannya. Dalam Siti Nurbaya, telah diletakkan landasan pemikiran yang mengarah pada emansipasi wanita. Cerita itu membuat wanita mulai memikirkan hak-haknya, apakah ia hanya menyerah karena tuntutan adat (dan tekanan orang tua) ataukah ia harus mempertahankan yang diinginkannya.

2.      Menilai dari sudut pandang persfektisme, fungsinya pada zamannya,dan Fungsi roman tersebut pada Zaman sekarang apa masih relevan atau tidak.

v  Bagaimana  segi perspektifnya, Roman “Sitti Nurbaya” ?
-           diangkat dari kisah kisah realita masyarakat pada saat itu atau lebih tepatnya cerminan dari masyarakat minang. Karena roman yang ada kala itu (angkatan balai pustaka) kebanyakan atau hampir semua bercerita tentang kawin paksa atau lebih tepatnya terpaksa kawin. Berbeda dengan Novel-novel atau cerpen zaman sekarang (angkatan 45 atau modern) lebih banyak bercerita tentang kehidupan-kehidupan modern misalnya kenakalan remaja pergaulan bebas, kritik terhadap pemerintah, dan kehidupan sosial masyarakat modern.




v  Bagaimana  fungsi Roman “Siti Nurbaya” pada zamannya,?
-          adalah selain memberikan hiburan kepada masyarakat pembaca juga merefleksikan realita atau kisah yang hampir nyata dikehidupan sehari-hari pada waktu itu dengan menyisipkan kisah-kisah khas Adat minang yang semakin menambah daya tarik roman tersebut.

v  Bagaimana Fungsi Roman “Siti Nurbaya” pada Zaman sekarang ?
-          adalah mengajak pembaca untuk mengikuti liku-liku kehidupan masyarakat Padang pada masa itu, khususnya kisah cinta yang tak kunjung padam dari sepasang anak manusia, Siti Nurbaya dan Samsul Bahri. Roman tersebut juga memberikan kesan kepada pembaca bahwa kawin paksa merupakan suatu hal yang negatif. Banyak hal-hal negatif yang muncul akibat proses kawin paksa. Dengan adanya novel tersebut pola pikir masyarakat cenderung berubah. Terutama dalam segi kehidupan berkeluarga.
Pada zaman itu, masyarakat (terutama kaum ibu) beranggapan bahwa perkawinan itu merupakan urusan orang tua. Orang tua memiliki kekuasaan mutlak dalam menentukan jodoh anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar